Kotler & Gary Amstrong
memberikan bahasan tentang pelayanan sebagai: “Produk yang berbeda
memerlukan pelayanan yang berbeda, dan preferensi pelayanan pelanggan yang
berbeda pula”.
Monk mengemukakan: mutu
adalah ukuran multidimensi dari suatu produk atau pelayanan yang tidak mudah
didefinisikan. Mutu produk/barang bersifat tetap, dan cirinya nampak. Pelayanan
adalah sesuatu yang dikonsumsi sebesar atau sejumlah yang diproduksi dan lebih
banyak disandarkan kepada interaksi sosial sehingga, mutu pelayanan bersifat
tidak tetap atau sementara (cepat hilang – fleeting), dan cirinya tidak begitu
nampak sebagaimana ciri dari mutu produk. Dengan perbedaan ini, muncul berbagai
definisi mutu. Tetapi, definisi mutu secara umum – produk atau pelayanan –
adalah, suatu ukuran yang menunjukkan seberapa dekat produk atau pelayanan
memenuhi atau sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Zeithaml, Parasuraman
dan Berry,
mengemukakan: kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai perbedaan
antara harapan atau keinginan pelanggan dengan persepsinya.
Bachem dan Simon, mengemukakan:
ada hubungan antara pelayanan dengan ongkos dan harga. Semakin tinggi kualitas
pelayanan yang diberikan, akan mengakibatkan tingginya biaya operasi dan
sebagai akibatnya, harga yang dibebankan menjadi tinggi.
Menurut
Schnaars (1991) yang dikutip oleh Tjiptono, pada dasarnya tujuan dari
suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya
hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar
yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan
membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-moth) yang
menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 1994).
Ada
beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan,
diantaranya adalah:
“Kepuasan adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan
harapan-harapannya” (Kotler, Philip, hal 42, 2002).
“Kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan keidakpuasan timbul apabila
hasil (outcome) tidak memenuhi harapan”
(Engel, et al dikutip oleh Tjiptono,
hal 42, 2002).
Menurut Supranto, pelanggan memang harus
dipuaskan, dimana jika pelanggan tidak puas dia akan meninggalkan perusahaan
dan pindah menjadi pelanggan perusahaan lain yang mampu memberikan kepuasan
yang lebih baik/tinggi.
Menurut Perry, kepuasan pelanggan dapat
didefinisikan sebagai mempertahankan keuntungan yang bersifat kompetitif akan
memerlukan komitmen penuh kepada pelanggan dan memahami apa yang dibutuhkan
pelanggan saat ini serta mengantisipasi apa yang esok hari diinginkan
pelanggan, dan selalu berada di garis depan, pilihan pertama setiap saat.
Menurut Egan, kepuasan pelanggan dimulai
dengan mengukur dan memenuhi apa yang dibutuhkan, kemudian meningkatkan standar
kualitas dan efektifitas biaya dengan cara melakukan perbaikan terus menerus.
Standar kepuasan pelanggan, ditargetkan dan dapat diukur, merupakan landasan
yang kuat untuk menciptakan kemakmuran jangka panjang.
Dan menurut Marshall, kepuasan pelanggan adalah
prinsip yang sederhana tentang keberadaan suatu perusahaan untuk melayani
pelanggan selama jangka panjang ke depan.
Dari berbagai definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan
dan kinerja atau hasil yang dirasakan.